Pulau Kenawa, Sumbawa

Ferdi Dirgantara
3 min read5 days ago

--

Pulau Kenawa, Sumbawa (16 September 2024)

15 September lalu, saya dan kawan saya menghabiskan waktu di Pulau Kenawa, Sumbawa. Itu tiga hari setelah pendakian Gunung Rinjani. Perjalanan ini memang sudah direncanakan sejak awal, tapi bukan bagian dari rencana saya. Sebab, awalnya saya tidak memiliki keinginan untuk ikut berlibur lebih lama lagi.

Kami berangkat sekitar pukul 10 dari rumah menuju tempat penyewaan tenda. Tenda yang ada di rumah rusak ketika kami di Rinjani. Kami memutuskan menyewa tenda di tempat yang sama dengan tempat kami menyewa alat pendakian sebelumnya.

Kami sampai di Pelabuhan Kayangan sekitar pukul 13:30. Pemesanan tiket kapal ternyata sudah tidak dilayani di kantornya lagi. Pemesanan tiket kapal dilakukan melalui agen-agen yang berada di luar sebelum sampai di pelabuhan. Menurut informasi yang saya dapatkan dari pihak agen, hal ini sudah berlangsung sejak bulan Oktober 2023. Saya pikir ini mungkin cocok untuk jadi sumber pendapatan warga sekitar. Tapi setelah saya perhatikan dan mencari nama layanan yang digunakan, sepertinya penumpang kapal dapat memesan tiket sendiri juga melalui laman Ferizy. Entahlah, saya tidak begitu paham.

Kami menaiki kapal setelah kami makan siang di warung sekitar Pelabuhan Kayangan. Motor kami tinggalkan di tempat parkir Pelabuhan Kayangan untuk semalam. Biaya parkirnya sebesar Rp 10,000 per malam.

Saat sampai di Pelabuhan Pototano, kami sedikit berjalan keluar dari pelabuhan menuju lokasi penyeberangan ke Pulau Kenawa. Di sana kami menaiki kapal milik seorang nelayan bernama Pak Aripin. Biayanya Rp 200,000 untuk pengantaran dan penjemputan.

Di Pulau Kenawa, kami langsung mencari posisi yang tepat untuk membangun tenda. Tidak banyak lokasi yang bisa digunakan untuk membangun tenda. Bukan karena tidak ada lahan, tapi karena kondisi angin yang terlalu besar. Hampir tidak ada pohon di sana, jadi angin melintasi pulau tanpa ada hambatan. Kami akhirnya membangun tenda di balik semak-semak yang ada. Meski kecil tapi cukup membantu untuk menghadang angin ke tenda kami.

Malam harinya, kami makan dengan makanan yang kami beli di warung saat di Pelabuhan Kayangan. Kami memang membawa kompor portabel, tapi hanya untuk keperluan memasak air dan mi instan saja. Tidak ada keinginan untuk memasak makanan sendiri, karena kegiatan hanya berlangsung satu malam saja. Di sana juga ada warung, jadi pengunjung bisa mengurangi barang bawaannya saat berkunjung.

Malam hari tentu jadi waktu paling tepat untuk bercengkerama. Tidak ada permainan yang bisa dimainkan, terlebih kami hanya berdua melakukan perjalanan. Pengunjungnya juga tidak begitu banyak, hanya ada beberapa orang yang berkemah di sana. Kami melanjutkan percakapan tentang pekerjaan, kehidupan sampai asmara yang sempat terpotong beberapa hari sebelumnya. Jujur saja, ini adalah kali pertama saya berbicara dalam waktu yang lama dengannya. Bisa dikatakan bahwa dulu, tidak ada apapun yang saya anggap bisa dibagikan atau dibicarakan dengan kawan saya ini. Terasa tidak memiliki satu kecocokan atau kesamaan apapun.

Keesokan harinya, angin tidak begitu kencang menerjang tenda kami. Ini adalah momen yang paling dinanti. Bukan karena ingin mengejar dan melihat matahari terbit (sunrise), tapi karena ingin mengumpulkan bahan video saja dengan menerbangkan pesawat nirawak (drone) kami masing-masing. Itu memang sudah jadi tujuannya sejak awal.

Beberapa pengunjung di sana meminta saya untuk mendokumentasikan mereka menggunakan pesawat nirawak saya. Saya menyetujui permintaan mereka karena kebetulan saya juga sudah merasa cukup dengan dokumentasi yang saya kumpulkan. Ketika mereka menanyakan harga atau biaya yang harus dibayarkan, saya menolak, karena saya tidak ingin diberikan imbalan apapun. Menurut saya, itu bukan suatu hal yang perlu dibayar. Apalagi, saya sedang belajar dan tidak yakin bisa memberikan hasil yang memuaskan.

Setelah daya pesawat nirawak kami habis, kami bersiap untuk kembali pulang. Saya menghubungi nomor ponsel Pak Aripin untuk menjemput kami, tapi ternyata Pak Aripin lupa bahwa beliau masih punya tamu yang harus dijemput. Ia kemudian mengamanahkan rekannya untuk menjemput kami menggunakan kapal yang lainnya. Mungkin karena kami kembali terlalu siang, jadi Pak Aripin tidak ingat.

Ya begitulah sedikit cerita perjalanan ke Pulau Kenawa. Kami pulang sekitar pukul 1 siang dan sampai di Pelabuhan Kayangan pukul 03:26 waktu setempat. Perjalanan dari Pelabuhan Kayangan ke rumah mungkin memakan waktu sekitar 1–2 jam. Tulisan kali ini tidak ada yang istimewa. Saya hanya ingin menulis dan bercerita saja, sekaligus menjadi pengingat saya tentang perjalanan saya selama di Pulau Kenawa. Ini hanya sebuah cerita perjalanan yang menyenangkan.

Terima kasih karena sudah menyempatkan waktu membaca sedikit cerita perjalanan saya.

Pulau Kenawa, Sumbawa (16 September 2024)

--

--